Jumlah Pengidap Diabetes Tertinggi ke-5 Sedunia, Indonesia Butuhkan Segera Fasilitas Penatalaksanaan Terpadu
JEC Eye Hospital & Clinics perkenalkan kembali Diabetes Education & Care
- International Diabetes Federation (IDF): 19,46 juta penduduk Indonesia mengidap diabetes
- 14,34 juta di antaranya (73,7%) hidup dengan diabetes yang tidak terdiagnosis
- 1 dari 9 orang dewasa di Indonesia mengidap diabetes
- Indonesia menjadi satu-satunya di Asia Tenggara yang masuk daftar 10 negara dengan jumlah pengidap diabetes tertinggi di dunia
- Diabetes picu komplikasi penyakit yang lebih gawat, termasuk gangguan mata yang bisa berujung kebutaan
Jakarta, 16 November 2021 –Data terbaru International Diabetes Federation (IDF) (2021) menyebut bahwa sekitar 19,46 juta orang di Indonesia mengidap diabetes. Terjadi peningkatan sebesar 81,8 persen dibandingkan jumlah pada 2019. Angka tersebut memposisikan Indonesia sebagai negara dengan jumlah pengidap diabetes tertinggi kelima di dunia (setelah China, India, Pakistan dan Amerika Serikat).[1] Bahkan, Indonesia menjadi satu-satunya di Asia Tenggara yang masuk ke dalam 10 besar negara dengan kasus terbanyak.
Memperingati World Diabetes Day 2021 (yang jatuh setiap 14 November), eye care leader di Indonesia, JEC Eye Hospitals & Clinics kembali menggelar sesi diskusi seputar kesehatan mata: JEC Eye Talks, dengan melibatkan dokter-dokter ahli JEC bersama para media, untuk membahas situasi diabetes terkini, penatalaksanaan penanganan secara tepat, serta risiko penyakit kronis lain yang menyertai, khususnya pada organ mata. Sejalan dengan tema global peringatan: “Access to Diabetes Care”, JEC juga memperkenalkan kembali layanan penanganan diabetes terpadu, Diabetes Education & Care.
Jumlah pengidap diabetes di Indonesia terus mengalami peningkatan. Pada 2019 lalu angka masih di 10,7 juta pengidap.[2] Diestimasi, kuantitasnya akan mencapai 23,32 juta pada 2030 mendatang.[3]
“Di luar angka itu, diperkirakan lebih banyak lagi masyarakat yang tak menyadari telah terjangkit penyakit ini. Jika diabetes terdeteksi lebih awal, kemungkinan keberhasilan penanganannya akan lebih besar. Utamanya guna mencegah komplikasi lebih lanjut. Artinya, kebutuhan untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh sudah sangatlah mendesak. Harus segera dilakukan, tanpa perlu menunggu gejala diabetes muncul terlebih dahulu; termasuk bagi kalangan umum yang tidak memiliki riwayat keluarga mengidap diabetes,” papar Dr. Bhanu Kumar, BMedSc, SpPD selaku Internist Specialist JEC Eye Hospitals and Clinics.
Laporan IDF juga memperlihatkan bahwa sekitar 73,7% dari total pengidap diabetes di Indonesia (14,34 juta orang) hidup dengan diabetes yang tidak terdiagnosis.[4] Estimasinya, 1 per 9 orang dewasa di Indonesia mengidap gangguan metabolisme kronis yang ditandai dengan kadar gula darah tinggi ini. Lebih mencengangkan, sepanjang 2021, jumlah kematian akibat diabetes di Tanah Air sudah mencapai 236,711 ribu kasus; semakin menegaskan betapa bahaya penyakit ini masih sangat harus diwaspadai.
Sementara, secara global, masih berdasar sumber yang sama, jumlah pengidap diabetes telah mencapai sedikitnya 537 juta orang (2021). Kuantitasnya diprediksi terus naik menjadi 643 juta orang pada 2030, dan 784 juta orang pada 2045. Jumlah kematian akibat diabetes sepanjang tahun ini diperhitungkan mencapai 6,7 juta kasus; atau 1 kejadian per 5 detik.[5] Temuan IDF juga menyebut bahwa 1 per 10 orang dewasa di dunia mengidap diabetes. Lebih dari itu, 1 dari setiap 2 orang dewasa ternyata mengidap penyakit ini tanpa terdiagnosis.
“Penanganan terhadap pengidap diabetes bukan hanya berfokus pada menjaga kadar gula, tetapi juga mencakup lima pilar penatalaksanaan yang harus terimplementasi dengan disiplin. Fasilitas kesehatan yang mampu memberikan penanganan diabetes secara terpadu menjadi kunci. Sebab, pengidap diabetes memerlukan terapi harian, pemantauan gula darah secara rutin, serta pola hidup sehat. Tanpa itu, dikhawatirkan diabetes yang bersifat kronis akan memicu komplikasi penyakit yang lebih gawat, seperti strok dan serangan jantung. Tak terkecuali gangguan mata yang bisa berujung kebutaan,” lanjut Dr. Bhanu Kumar
Tatalaksana diabetes terbagi ke dalam lima pilar utama. Pertama, pengaturan pola makan yang meliputi kandungan, kuantitas dan waktu asupan (3J - Jenis, Jumlah dan Jadwal). Kedua, aktivitas fisik sesuai kemampuan tubuh selama 30 menit sehari atau 150 menit per pekan. Ketiga, terapi farmakologi, seperti pemberian obat atau injeksi insulin, berdasarkan anjuran dokter. Keempat, edukasi terus menerus kepada pengidap diabetes, keluarga yang terlibat (termasuk masyarakat secara umum) mengenai gaya hidup sehat, sampai cara konsumsi obat, hingga penanda komplikasi dan kegawatdaruratan.Kelima, pemantauan glukosa daraholeh dokter,baik lewat laboratorium, ataupun dengan cara Sel Monitoring Blood Glucose (SMBG)/ Pemantauan Gula Darah Mandiri oleh pasien di rumah.
Memahami kronisnya penyakit ini sekaligus kegawatannya, JEC mengambil langkah antisipatif dengan menggagas JEC Diabetes Education & Care yang mengedepankan penatalaksanaan lima pilar di atas. JEC Diabetes Education & Care menghadirkan layanan diabetes terpadu yang komprehensif; meliputi sentra konsultasi dengan dokter spesialis penyakit dalam subspesialis endokrin, pusat konsultasi dan edukasi gizi dengan edukator diabetes, serta diperkuat teknologi yang lengkap, seperti laboratorium, serta fasilitas foot care bagi pengidap diabetes yang lebih parah. Hadirnya Diabetes Education & Care ini menempatkan JEC Eye Hospitals & Clinics sebagai rumah sakit mata yang memiliki pusat penanganan diabetes yang lengkap dan terpadu di Indonesia, dengan diperkuat tenaga ahli yang mumpuni dan teknologi terkini. Diabetes Education & Care telah tersedia di JEC @ Kedoya dan JEC @ Menteng sejak 2016.
Selain stroke dan serangan jantung, komplikasi diabetes juga mengakibatkan peripheral artery disease (penyakit arteri perifer), peripheral neuropathy (neuropati perifer), diabetic nephropathy (nefropati diabetik) dan diabetic foot (kaki diabetik). Khusus gangguan pada indra penglihatan, diabetes juga berpotensi mengakibatkan gangguan ringan, seperti dry eyes (mata kering) dan diplopia (penglihatan ganda). Sedangkan gangguan pada mata dengan tingkatan lebih berat antara lain glaukoma, retinopati diabetik, dan katarak - yang jika tidak segera ditangani dapat menyebabkan kebutaan.
“Diabetes merupakan penyakit pembuluh darah yang dapat mempengaruhi seluruh organ tubuh. Salah satunya mata, lebih spesifik lagi pada bagian retina yang terdiri dari banyak pembuluh darah. Pengidap diabetes berisiko mengalami kebutaan 25 kali lebih tinggi dibandingkan kalangan yang tidak mengidapnya. Ini semakin menegaskan bahwa penanganan diabetes harus berlangsung teratur dan terus menerus. Terlebih bagi pengidap diabetes yang sudah mengalami gangguan penglihatan,” jelas Dr. Referano Agustiawan, SpM(K), Direktur Utama RS Mata JEC@Kedoya, Vitreo-Retina, Cataract Specialist JEC Eye Hospitals and Clinics.
Sebagai bagian terintegrasi JEC Eye Hospitals and Clinics, layanan Diabetes Education & Care memberikan keunggulan lebih dalam pendampingan para pengidap diabetes. Dampak diabetes berupa gangguan penglihatan bisa teridentifikasi lebih dini guna menghindarkan risiko kebutaan. Alternatif tindakan penanganan pada gangguan mata level berat juga berlandas pada expertise para ahli JEC Eye Hospitals and Clinics yang tepercaya. Salah satunya, untuk pengobatan retinopati diabetik, JEC menawarkan langkah tindakan yang beragam (sesuai keparahan penyakit). Mulai pemantauan oleh internist dan nutritionist untuk pengendalian kadar gula darah, tekanan darah dan kolesterol; sampai tindakan laser hingga injeksi bola mata dan operasi vitrektomi.
“Melalui peringatan World Diabetes Day ini, kami berharap masyarakat Indonesia semakin sadar bahaya diabetes yang bisa berdampak pada penyakit komplikasi lainnya. Apalagi bagi para pengidap diabetes yang telah mengidap penyakit ini selama lebih dari 5 tahun, kami anjurkan untuk melakukan pemeriksaan mata secara lebih rutin agar risiko penyakit mata yang lebih gawat, seperti retinopati diabetik dan katarak, bisa terantisipasi dan tertangani sedini mungkinagar terhindar dari kebutaan,” tutup Dr. Referano Agustiawan, SpM(K).
-
IDF Diabetes Atlas (2021): “Factsheets”; https://diabetesatlas.org/regional-factsheets/
-
Data IDF pada 2019, pengidap diabetes di Indonesia masih berjumlah 10,7 juta orang; Pusat Data dan Informasi, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2020): “Tetap Produktif, Cegah dan Atasi Diabetes Melitus”; https://pusdatin.kemkes.go.id/article/view/20111800001/diabetes-melitus.html
-
IDF Diabetes Atlas (2021): “Indonesia”; https://diabetesatlas.org/data/en/country/94/id.html
-
IDF Diabetes Atlas (2021): “Indonesia”; https://diabetesatlas.org/data/en/country/94/id.html
-
IDF Diabetes Atlas (2021): “Diabetes around the world in 2021”; https://diabetesatlas.org/