Jakarta, 22 Desember 2018 - Hari ini Universitas Indonesia (UI) menggelar acara pengukuhan dua guru besar tetap Fakultas Kedokteran UI di Aula MERI (Indonesian Medical Education and Research Institute) FKUI di bilangan Salemba, Jakarta Pusat. Salah satu Guru Besar Tetap adalah Prof. DR. Dr. Tjahjono D. Gondhowiardjo, Sp.M(K). Ph.D. – staf pengajar di FKUI Departemen Mata dan juga dokter spesialis mata yang berpraktek di JEC Eye Hospital and Clinics.
Dalam acara yang berlangsung secara terbuka ini, Prof. DR. Dr. Tjahjono D. Gondhowiardjo, Sp.M(K). Ph.D. menyampaikan pidato bertajuk “Kolaborasi Penta Helix untuk Masa Depan Pendidikan Oftalmologi Indonesia di Era Disrupsi.”Dalam pidatonya, Prof. DR. Dr. Tjahjono mengawali dengan pemaparan tentang pentingnya fungsi penglihatan dalam kehidupan, karena mata menerima 83% informasi sehari-hari yang kemudian akan diolah oleh otak, menurutnya ‘proses penglihatan merupakan suatu proses mental yang merupakan embrio dari proses berpikir.
Pada kenyataannya, hasil survei Rapid Assessment of Avoidable Blindness (RAAB) 2014-2016 menunjukkan angka kebutaan penduduk Indonesia yang berusia di atas 50 tahun masih tinggi (3%). Angka ini menjadi perhatian tersendiri, karena dampak kebutaan akan mempengaruhi kualitas kehidupan penderitanya dan berdampak juga pada status ekonomi keluarga penderita kebutaan. Kondisi ini menjadikan seolah-olah kebutaan dan kemiskinan merupakan suatu lingkaran sebab-akibat, dan suatu kondisi yang menakutkan.
Pada beberapa kasus kebutaan, penderita dapat menjalani tindakan pemulihan penglihatan (rehabilitasi) sehingga dapat mengembalikan kualitas hidup dan produktivitas. Bahkan hasil studi tentang perbandingan biaya menunjukkan bahwa tindakan rehabilitasi penglihatan memakan biaya lebih rendah daripada beban biaya yang harus ditanggung apabila penderita membiarkan kondisi penglihatan dalam keadaan buta. Hal ini yang menjadi dasar usulan untuk memasukkan unsur peran dampak tindakan operasi pemulihan penglihatan pada produktivitas pekerja, pada upaya pengentasan kemiskinan dan kesejahteraan keluarga dalam penentuan prioritas dukungan pembiayaan kesehatan.
Dengan berkembangnya pengetahuan dan teknologi ilmu kesehatan mata (oftalmologi), telah mengubah upaya rehabilitasi kebutaan, dan pencegahan kebutaan menjadi upaya optimalisasi kemampuan penglihatan. Saat ini oftalmologi di Indonesia telah mampu melakukan berbagai tindakan rehabilitasi penglihatan dengan dukungan oftalmologist dan teknologi yang mumpuni, salah satunya rehabilitasi penglihatan untuk kasus kerusakan kornea. Dengan demikian tindakan pencangkokan kornea dapat dilakukan di Indonesia tanpa perlu ke luar negeri.
Selain itu Prof. Tjahjono juga mengusulkan untuk memberi pembekalan kepada sumberdaya manusia sesuai dengan perkembangan teknologi untuk menghadapi kebutuhan masyarakat di masa depan. Ia juga menambahkan perlunya kolaborasi dan sinergi dengan lembaga terkait (institusi pendidikan, industri terkait, lembaga sosial masyarakat) dan pemanfaatan sarana sosial media, dengan unsur pemerintah sebagai fasilitator (kolaborasi Penta Helix), untuk pengembangkan materi pendidikan yang berakar pada kondisi dan situasi lingkungan, serta memiliki sayap untuk dapat terbang tinggi dan mampu bersaing di masa depan (Root and Wing).
Di akhir pidato, ia juga menyarankan agar Indonesia dapat memasukkan unsur tindakan operasi pemulihan penglihatan pada produktivitas pekerja sebagai upaya pengentasan kemiskinan dan kesejahteraan keluarga dalam penentuan prioritas dukungan pembiayaan kesehatan.